Sabtu, 28 September 2013

ISOLASI DAN PEMURNIAN TERPENOID



ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TERPENOID

Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sokletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian bakteri homogen diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk. 

Pemurniaan / Purification 
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan pemurnian fraksi senyawa n-heksana saja.  Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini di lakukan dengan metode kromatografi kolom tetapi sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien. Pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Berdasarkan analisa kromatogram KLT fraksi heksana pada eluen heksana dan etil asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KVC dilakukan dengan beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali :24:1 sebanyak 3 kali : 21 : 4 sebanyak 4 kali ; 18:7 sebanyak 2 kali; 15 :10 sebanyak 2 kali ; 9:16 sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% asetat sebanyak 2 kali dengan volume 50 mL setiap kali elusi. KVC fraksi heksan dengan massa 4,1 gram menghasilkan 22 fraksi.
Fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan hingga mendapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7) sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg dan fraksi F (128-22) sebanyak 91 mg. Fraksi-fraksi gabungan dianalisis dengan KLT menggunakan eluen heksana : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Analisa kromatogram 24 fraksi yang diperoleh dari hasil KVC dapat digabungkan berdasarkan kesamaan Rf menjadi 8 fraksi. Massa masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi C1 (1-6) sebanyak 15 mg, C7 (7) sebanyak 15 mg, C2 (8-10) sebanyak 126 mg, C11 ( 11)sebanyak 117 mg, C3 (12-14) sebanyak 149 mg, C4 (15-19) sebanyak 188 mg, C20 (20) sebanyak 59 mg dan C5 (21-24) sebanyak 207 mg.
Hasil penggabungan fraksi dalam C2 dan C11 berbentuk kristal. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi kristal dengan metanol panas yang kemudian didinginkan. Setelah didinginkan terbentuk kristal yang tidak larut di dialam metanol. Kristal tersebut dipisahkan dengan menggunkan kertas saring. Dengan menggunakan teknik pemurnian rekristalisasi pada kedua difraksi tersebut didapat beberapa fraksi kristal. Fraksi- fraksi  tersebut diuji kemurniannya dengan KLT dan dilihat pula kromtogramnya untuk mengetahui senyawa yang sama atau tidak pada hasil kemurnian dengan rekristalisasi tersebut. Dari fraksi-fraksi hasil diperoleh fraksi murni yakni C2 – 1 dan C11-2. Hasil rekritalisasi kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FT-IR dan NMR.[3]

Permasalahan : Mengapa pada proses sokletasi, ekstrak n-heksana yang digunakan dipekatkan dan kemudian disabunkan dalam 50ml KOH 10% sedangkan pada maserasi menggunakan ekstrak metanol juga dipekatkan dan kemudian baru dilakukan uji fitokimia dan uji aktifitas bakteri ? bagaimana pengaruh pengentalan ekstrak n-heksana dan metanol tersebut pada uji fitokimia dan uji aktifitas bakteri ?




2 komentar:

  1. Di permasalahan Anda dikatakan bahwa pada proses sokletasi, ekstrak n-heksana yang digunakan dipekatkan dan kemudian disabunkan dalam 50ml KOH 10%. Demikian juga pada maserasi menggunakan ekstrak metanol yang juga dipekatkan. Pertanyaannya, bagaimana pengaruh pemekatan ekstrak n-heksana dan metanol tersebut pada uji fitokimia dan uji aktifitas bakteri?

    Menurut saya, mengapa ada proses pemekatan pada n-heksana itu adalah untuk meningkatkan konsentrasi n-heksana. Kemudian proses penyabunan pada n-heksana bertujuan untuk mengikat partikel atau kotoran yang terbentuk dari proses pemekatan. Maksudnya, pada saat proses pemekatan Ekstrak n-hexana, kemungkinan akan membentuk partikel atau kotoran yang dapat megganggu proses selanjutnya, sehingga harus dilakukan proses penyabunan dengan menggunakan KOH 10% ini.
    Reaksi penyabunan ialah jumlah alkali (basa) yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah kandungan yang terdapat pada ekstrak. Basa yang digunakan ini adalah dapat KOH atau NaOH. Lalu dipanaskan larutan tersebut hingga tercampur semua. Dengan menggunakan metanol sekian % karena sebagai pelarut dimana terdiri dari komposisi metanol dan air , agar KOH dapat larut dengan baik dengan metanol tersebut. KOH sendiri bersifat higroskopis sehingga dapat mengikat kandungan air dan metanol tersebut.

    Pada pemekatan ekstrak metanol dalam proses maserasi, hal ini berdasarkan pada prinsip maserasi yaitu, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Oleh karena itu, dengan adanya pemekatan bertujuan agar metanol berkonsentrasi tinggi, sehingga akan mendesak keluar senyawa aktif (seperti terpenoid) dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( dengan kata lain disebut sebagai proses difusi ).

    BalasHapus
  2. saja sependapat dengan saudara novi, karena pada prinsipnya dalam proses ekstraksi memakai pelarut yang cocok untuk simplisia dan cocok juga untuk jenis ekstraksinya agar zat yang diinginkan larut.

    namun pemekatan seperti apa yang anda maksud disini ?

    seperti yang dikatakan saudara novi pada pemekatan proses maserasi bertujuan meningkatkan knsentrasi metanol begitu juga pada proses sokletasi. selain itu jika kita melakukan pemekatan dalam sebuah evaporator bertujuan penguapan yang akan memisahkan larutan dengan pelarutnya, sehingga diperoleh larutan yang lebih pekat. semakin pekatnya sebuah larutan semakin tinggi pula titik didihnya

    kemudian pada sokletasi proses pemekatan pada n-heksana itu adalah untuk meningkatkan konsentrasi n-heksana. Kemudian proses penyabunan pada n-heksana bertujuan untuk mengikat partikel atau kotoran yang terbentuk dari proses pemekatan. Maksudnya, pada saat proses pemekatan Ekstrak n-hexana, kemungkinan akan membentuk partikel atau kotoran yang dapat megganggu proses selanjutnya, sehingga harus dilakukan proses penyabunan dengan menggunakan KOH 10% ini.

    BalasHapus